Panglima TNI Gertak Filipina

JAKARTA – MG : Operasi militer untuk membebaskan sandera yang ditawan kelompok Abu Sayyaf masih terkendala persoalan izin. Panglima TNI Gatot Nurmantyo mengatakan, Indonesia memang tidak bisa mendesak Filipina untuk segera mengizinkan TNI AL memasuki wilayah mereka.
    
Namun demikian, Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo menegaskan, bahwa pemerintah Filipina seharusnya mengizinkan TNI membebaskan warga negara Indonesia yang disandera kelompok bersenjata Abu Sayyaf.
    
Jika tidak, Filipina bakal merugi. Sebab, kapal-kapal yang dihadang kelompok bersenjata tersebut merupakan kapal pengangkut batu bara sebagai sumber tenaga listrik terbesar di Filipina.
     
Karena banyak peristiwa pembajakan, pemerintah Indonesia pun tengah mengkaji kebijakan moratorium kapal-kapal itu. Artinya, kapal-kapal tersebut dilarang mengirimkan batu bara ke Filipina untuk sementara waktu.
    
“Sekarang, biarkan saja Filipina mati lampu. Kan 96 persen batu bara (bahan bakar penghasil listrik) Filipina dari kita kok,” ujar Gatot di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (11/7).
    
Saat ini, pemerintah Indonesia melalui Kementerian Perhubungan baru mengeluarkan imbauan agar kapal-kapal dagang Indonesia ke Filipina tidak melewati Laut Sulu, titik yang sering dijadikan tempat beraksi kelompok bersenjata Abu Sayyaf
    
Ke depannya, bisa saja pemerintah memoratorium seluruhnya pengiriman batu bara. Jika TNI tidak diperbolehkan membebaskan sandera, lanjut Gatot, setidaknya TNI diperbolehkan mengawal kapal-kapal dagang dari Indonesia ke Filipina.
    
“Kalau ada izinnya, prajurit saya dengan senang hati (mengawal kapal). Empat orang kek, lima orang kek. Kita tunggu saja berani apa enggak Abu Sayyaf itu ngambil (membajak dan menyandera),” ujar Gatot.
    
Saat ini, Gatot mengatakan, TNI menunggu keputusan pemerintah Filipina soal pembebasan sandera WNI. TNI pun mendorong agar dapat masuk dan membebaskan sandera sendiri.
Operasi Militer
Anggota Komisi I DPR RI, Johny G Plate mengatakan, pemerintah harus mendorong kerjasama TNI dengan militer Filipina untuk membebaskan warga sipil asal NTT yang baru saja disandera kelompok Abu Sayyaf di perairan Malaysia.
     
“TNI tidak perlu ragu dalam mengambil aksi militer dalam melindungi segenap warga negara Indonesia dimanapun,” tutur Johny pada wartawan, Senin (11/7).
     
Anggota DPR RI daerah pemilihan NTT itu menambahkan, upaya maksimal harus ditunjukkan pemerintah melalui diplomasi progresif dan operasi militer. Termasuk di wilayah yurisdiksi Filipina yang saat ini menjadi pusat kelompok Abu Sayyaf. Sebab, kelompok perompak saat ini sedang mengincar warga negara Indonesia untuk dijadikan sandera dan meminta tebusan uang.
     
Terakhir, tiga warga negara Indonesia asal NTT diculik dan dijadikan sandera oleh perompak yang diduga kelompok Abu Sayyaf. Tiga sandera itu melengkapi 7 sandera sebelumnya yang sampai saat in belum dapat dibebaskan oleh pemerintah Indonesia. Johny mengatakan, kelompok Abu Sayyaf sudah bekerja secara sistematis dan hanya mengincar warga negara Indonesia.
    
“Tindakan kriminal terorisme oleh kelompok Abu Sayyaf sudah sangat sistematis dan menjadikan WNI sebagai sasaran utama,” tegas dia.
Kelompok Abu Sayyaf
Menko Politik, Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan memastikan penyandera WNI di perairan Lahad Datu Negeri Sabah, Malaysia adalah anggota kelompok separatis Abu Sayyaf.
    
“Ya, sampai sekarang, sampai tadi saya dapat, masih Abu Sayyaf,” kata Luhut di halaman Istana Negara, Jakarta pada Senin pagi (11/7).
Menurut Luhut, pemerintah Indonesia terus memantau perkembangan keadaan dan melakukan koordinasi dengan pemerintah negeri jiran itu.
    
Sebelumnya, tiga orang dari tujuh anak buah kapal (ABK) yang dipekerjakan oleh warga Malaysia untuk menangkap ikan disandera lima orang yang membawa senjata laras panjang.
    
Majikan kapal tersebut, Chia Tong Len, melaporkan kejadian kepada kepolisian Malaysia. Menurut kesepakatan pertemuan trilateral di Yogyakarta pada Mei 2016, terdapat beberapa opsi untuk mencegah penyanderaan kepada kapal-kapal asal Indonesia dan Filipina, salah satunya adalah pengawalan bersenjata.
    
Luhut menjelaskan tiga negara terkait, yaitu Indonesia, Malaysia dan Filipina akan mempertimbangkan opsi pengawalan oleh militer di kapal-kapal yang mengantar komoditas ke Filipina atau sebaliknya.
    
“Sudah disepakati akan ada pengawalan ke depan,” kata Luhut yang menambahkan pemerintah juga mempertimbangkan opsi pembebasan sandera secara langsung oleh TNI ke Filipina selatan.
     
Ketiga WNI yang diculik tersebut bernama Lorence Koten (34 tahun) selaku juragan kapal, Teodorus Kopong (42) dan Emanuel (40). (Indigo)

Baca Juga :  Indonesia dan Malaysia Ingatkan Dunia, Konflik Israel-Iran

Berita Majalah Global Edisi 058, Juli 2016 :

Walikota Mojokerto Berangkatkan 13 Kafilah MTQ Korpri ke Provinsi
Antisipasi Kemacetan, Tol Gempas Alternatif Jalur Mudik
DPRD Kabupaten Mojokerto Membahas KUA-PPAS Tahun Anggaran 2017
Kebakaran Toko Buku Gramedia Kediri Masih Diselidiki
Perlu Pembenahan, Fasilitas Jembatan Suroboyo Minim
Panglima TNI Gertak Filipina
Kumpulkan Warga Perantauan Banyuwangi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *