Membongkar Dapur Di Balik Tiket Murah AirAsia

JAKARTA – MG : Menteri Perhubungan Ignasius Jonan berencana menertibkan tiket penerbangan murah yang jor-joran dipromosikan oleh maskapai penerbangan. Alasan Jonan, perang harga atau tiket pesawat kerap membuat maskapai mengabaikan faktor keselamatan.
    
Kementerian Perhubungan (Kemenhub) mengendus adanya persaingan bisnis di industri penerbangan yang membuat maskapai penerbangan melanggar aturan dengan menambah atau mengubah slot penerbangan. Hal itu juga yang diyakini terjadi pada AirAsia QZ8501 rute Surabaya-Singapura yang terbang pada Minggu (28/12).
    
Lalu apakah benar dugaan tersebut terjadi di AirAsia?
    
Saat itu, website airasia.com membeberkan beberapa kunci maskapai tersebut bisa tetap untung meski harga tiketnya murah.
    
Pertama ialah penggunaan satu pesawat dengan frekuensi tinggi. Salah satu kunci untuk menekan biaya operasional adalah dengan mempergunakan pesawat sesering mungkin.
    
Menurut airasia.com, pesawat harus mulai dioperasikan sepagi mungkin dan diakhiri pada dini hari. Durasi pesawat kembali mengudara adalah hal yang kritis. Pastikan bahwa pesawat seminimal mungkin berada di darat, karena pesawat itu akan menghasilkan uang jika berada di udara.
    
Frekuensi penerbangan pesawat AirAsia adalah 12 jam per hari di udara. Jauh lebih tinggi dibandingkan dengan pesawat reguler yang rata-rata 8 jam per hari.
    
Kedua, tidak ada pelayanan gratis. Fokus bisnis maskapai bertarif rendah adalah membawa penumpang sampai ke tujuan. Hal lain adalah dianggap suatu kemewahan, yang bisa dibebankan dengan biaya relatif rendah.
    
Ketiga, sistem operasi sederhana. Maskapai dengan tarif rendah harus hanya mempunyai satu tipe pesawat saja. Jadi Pilot, pramugari dan pramugara, serta mekanik hanya dilatih untuk satu tipe pesawat saja.
    
Selain itu juga tidak ada kelas bisnis dan ekonomi. Di mana artinya semua penumpang, baik itu berkocek tebal atau tidak, mendapat posisi tempat duduk dan pelayanan setara.
   
 Keempat adalah fasilitas yang amat standar. AirAsia lebih memilih terminal atau bandara yang khusus untuk maskapai dengan tarif rendah. Sebagai contoh di Kuala Lumpur yaitu pemilihan Low Cost Carrier Terminal (LCCT) dibanding Kuala Lumpur International Airport. Selain itu, AirAsia tidak mempunyai Lounge yang mencerminkan kemewahan.
    
Kelima ialah jaringan yang pendek. Untuk menghemat biaya, maskapai penerbangan murah tidak pernah menggunakan sistem transit. Apalagi bekerjasama dengan maskapai lain untuk penerbangan yang melibatkan transit.
    
Pada umumnya, penerbangan AirAsia kurang dari 3 jam. Mereka juga tidak pernah bekerjasama dengan maskapai lain untuk melanjutkan tujuan penerbangan atau membuat label pada barang bawaan bagasi dan mentransfernya dari satu pesawat ke yang lain. (Indigo)
Berita Majalah Global Edisi 040, Januari 2015 :

Baca Juga :  Luar Biasa Kementerian Hukum dan HAM RI Berikan Remisi Kepada 159.557 Narapidana dan Anak Binaan Muslim,996 Orang Lansung Bebas Jelang Idul Fitri 1445 Hijriah

Curhat Risma siapkan baju dokter sampai bunuh lalat di posko DVI
Jokowi Sebut Perubahan di Jakarta Terlihat Tahun Ini
Jokowi dituding bohong besar, Premium seharusnya Rp 5.714/liter

Usai insiden Air Asia, Warga Pangkalanbun Ogah Makan Ikan Laut
Lahan Pertanian Kian Susut, Banjir Besar Ancam Kota Mojokerto
Komisi B DPRD Sidoarjo Minta Rekomendasi Revitalisasi Pasar Tulangan Dikaji Ulang
Satpol PP Surabaya Klarifikasi Temuan Ombudsman Terkait Pungli
Walikota Mojokerto Hadiri Hari Ulang Tahun LVRI
Pemkab Mojokerto Gelar Mutasi Pejabat Eselon II, III, IV
Membongkar Dapur Di Balik Tiket Murah AirAsia
Ahok Latih Pemuda Putus Sekolah Jadi Sopir Transjakarta
Risma Siapkan Dokumen Ahli Waris Untuk Keluarga Korban Air Asia
Kasus Tanah Kas Desa Gunung Gedangan Terus Bergulir

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *