Tak Capai Target, Dirjen Pajak Mengundurkan Diri

JAKARTA – MG : Berbagai desakan dari berbagai kalangan yang mengarah pada Dirjen Pajak untuk mengundurkan diri terkait tidak tercapainya target pajak 2015 sebesar Rp 1.489,3 triliun. Akhirnya Sigit Priadi Pramudito resmi mengundurkan diri sebagai direktur jenderal Pajak Kementerian Keuangan pada, Selasa (1/12). Mulai besok Rabu (2/12), pria berumur 56 tahun ini secara langsung dinonaktifkan sebagai dirjen Pajak.
     
Bahkan Menteri Keuangan, Bambang Brodjonegoro, telah memerintahkan staf Ahli Bidang Peraturan dan Penegakan Hukum Pajak Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Ken Dwijugiasteadi ditunjuk sebagai pelaksana tugas (Plt) Dirjen Pajak yang baru.
    
“Sudah (pengganti Sigit). Tadi sudah dilantik. Pak Ken sebagai plt,” ujar Bambang saat ditemui di Kompleks Kementerian Keuangan Jakarta, Selasa (1/12). Ken Dwijugiasteadi sebelum menjabat sebagai staf ahli Ditjen Pajak, pernah menjadi Kepala Kantor Wilayah Jawa Timur I Kementerian Keuangan. Diberitakan sebelumnya, Direktur Jenderal Pajak Sigit Priadi Pramudito mengundurkan diri dari jabatannya. Sigit melepas jabatannya karena tidak mampu memenuhi target penerimaan pajak tahun ini.
    
Sebelumnya Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) telah mengkritisi pemerintah agar mengevalusasi kinerja Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Sigit Priadi Pramudito. Permintaan ini karena tak tercapainya realisasi penerimaan pajak pada tahun ini. “Saya kira, kinerja dirjen Pajak perlu dievaluasi. Ia kurang bisa membangun koordinasi, komunikasi, kerja sama yang baik,” ujar Direktur Eksekutif CITA, Yustinus Prastowo, di Jakarta, beberapa waktu lalu.
    
Yustinus mengatakan, penerimaan pajak sampai saat ini masih berada di kisaran 64 persen. Bahkan, dirinya memprediksi penerimaan pajak sampai akhir tahun akan terlampau jauh dari target pemerintah dengan sisa tinggal kurang dari dua bulan.
    
“Sisa waktu sampai akhir tahun, paling hanya bisa berharap dari tambahan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada kisaran lima persen atau paling maksimal 10 persen. Ditambah dengan revaluasi aset dan reinventing (pembaruan). Mungkin selesai hanya pada angka 77 persen,” kata dia.
    
Menurut dia, dari sejumlah program yang direncanakan pemerintah, ada insentif yang nantinya berpotensi untuk menggenjot penerimaan pajak. Namun sayangnya, program tersebut baru dieksekusi di tengah tahun, dan tak diimbangi dengan koordinasi yang baik.
“Kalau perencanaan bagus, tapi implementasi dan hasilnya buruk, berarti masalahnya ada pada proses,” ungkapnya. Maka Yustinus meminta kepada Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk melihat kinerja secara keseluruhan Ditjen Pajak. Tantangan kedepan diprediksi akan tetap besar, sehingga, dibutuhkan sosok yang tangguh untuk melewatinya.
     
“DPR bisa merekomendasikan penggantian ke pemerintah. Meskipun itu mutlak kewenangan pemerintah. Ditjen Pajak sekarang orang baik. Tapi, baik saja tidak cukup. Perlu kepemimpinan kuat,” ungkapnya.
    
Hal senada turut datang dari Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pajak dan Cukai, Nelson Butar. Nelson meminta kepada Menteri Keuangan agar memperbaiki kinerja Ditjen Pajak. Sehingga, kegagalan penerimaan pajak pada tahun ini tidak terulang ke depannya.
     
“Kegagalan di sektor pajak membuktikan, buruknya model manajemen yang terjadi di jajaran Ditjen Pajak. Ini harus disikapi dengan memperbaiki kinerja Ditjen Pajak,” katanya
     
Belum tercapainya target pajak menjelang akhir tahun, maka pemerintah perlu mencari cara untuk mencapai target penerimaan pajak sesuai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2016. Hal ini karena target penerimaan pajak dalam APBN 2016 tergolong tinggi.
     
Target pajak dalam APBN-P 2015 sebesar Rp 1.489,3 triliun sulit tercapai. Kini pada APBN 2016, target tersebut malah semakin besar yakni Rp 1.546,7 triliun. 
    
Ketertarikan BUMN dan swasta melakukan revaluasi aset tak lepas dari Peraturan Menteri Keuangan (PMK) RI Nomor 191/PMK.010/2015 tentang Penilaian Kembali Aktiva Tetap untuk Tujuan Perpajakan bagi Permohonan yang Diajukan pada tahun 2015 dan tahun 2016. Intinya, aturan tersebut mengatur diskon pajak bagi perusahaan yang melakukan revaluasi aset. (Indigo)

Baca Juga :  MK Menolak Dalil AMIN Soal Jokowi “Cawe-Cawe” di Pilpres 2024

Berita Majalah Global Edisi 051, Desember 2015 :

ITS Kerja Sama dengan ANU-IP Kembangkan Riset Kemaritiman
Pegiat Antikorupsi Sayangkan Sikap JK
Masjid Cheng Hoo Surabaya, Lakukan Pembinaan Dulu sebelum Mengislamkan Orang
KNKT: Ada Keretakan Alat Kemudi di Bagian Ekor AirAsia QZ8501
Tak Capai Target, Dirjen Pajak Mengundurkan Diri
Dukung Pembinaan Sepak Bola Usia Dini, Bupati Jombang Buka Turnamen KU-16
Pj Bupati Mojokerto Membuka Acara Sosialisasi Pengisian JPT ASN Wahana

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *