Demi Menarik Wisatawan, Pengelola Taman Asmara Desa Sumber Mulya Eksploitasi Satwa Liar

Demi menarik wisatawan pengelola Taman Asmara desa Sumber mulya eksploitasi satwa liar

Banyuasin – majalahglobal.com : Lembaga yang bergerak dalam pelindungan satwa, Wildlife Conservation Society Indonesia Program, mencatat perdagangan gelap satwa liar di Indonesia pada 2016 meningkat empat kali lipat sejak 2010, dengan nilai perdagangan mencapai Rp 13 triliun per tahun.

Apa yang terjadi di Taman Asmoro menabrak semangat pelestarian kekayaan hayati di Indonesia itu. Pengelola kawasan wisata ini diduga membeli satwa langka dari masyarakat.

Keterlibatan pengelola Taman Asmoro itu berbahaya karena lembaga Badan usaha milik desa (BUMDESA) ini tidak memiliki izin kepemilikan hewan langka. Dengan kata lain, satwa yang dibeli secara ilegal dan keberadaan beberapa hewan langka tersebut di eksploitasi untuk menarik para wisatawan

Selama ini, Taman Asmoro memiliki fasilitas dan ruang yang tidak memenuhi standar konservasi. Berupa penangkaran 2 ekor buaya,elang, kucing hutan serta burung alap-alap

Kepolisian serta BKSDA Sumatra Selatan untuk menindaklanjuti serta memproses pelanggaran Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya ini. Usaha menangkal ancaman keseimbangan ekosistem harus dilakukan secara konsisten dan terus-menerus.

Di kutip dari Jakarta (Greeners) –
Direktur Konservasi,Selasa(01/03) Keanekaragaman Hayati (KKH) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Bambang Dahono Adji, mengatakan, sudah cukup lama aturan tentang penangkaran maupun pemeliharaan satwa langka untuk personal dibuat.

Melalui aturan ini, katanya, masyarakat bisa membantu pemerintah dalam melestarikan tumbuhan dan satwa liar yang dilindungi. Bahkan, jika ijin sudah dimiliki, tumbuhan dan satwa liar tersebut bisa diperdagangkan dengan beberapa syarat pendukung lainnya.

“Salah satu syarat hewan langka yang bisa dimanfaatkan untuk dijual atau dipelihara adalah yang didapat dari penangkaran ya, bukan diambil dari alam,” ujarnya kepada Greeners

Syarat lainnya, hewan langka yang boleh dimanfaatkan dari penangkaran hanya yang sudah masuk kategori F2 atau hewan yang sudah generasi ketiga saat berada di penangkaran. Singkatnya, hanya cucu dari generasi pertama di tempat penangkaran yang bisa dipelihara maupun diperjualbelikan.

Selain itu, lanjutnya, hewan langka yang legal untuk dimanfaatkan setelah ditangkarkan hanya hewan dengan kategori Appendix 2. Sedangkan untuk hewan langka kategori Appendix 1, walau sudah ditangkarkan, tetap tidak boleh dimanfaatkan untuk apapun dan harus dikonservasi.

Hewan langka kategori Appendix 2 ini adalah hewan langka yang dilindungi di alamnya. Tidak boleh diambil dan dijual apabila keturunan hewan langka langsung dari alam. Namun, apabila sudah ditangkarkan, maka keturunan generasi ketiga atau F2-nya boleh dimanfaatkan.

Sedangkan hewan langka Appendix 1 adalah hewan langka yang jumlahnya kurang dari 800 ekor di alam. Meski sudah ditangkarkan, hewan ini tidak boleh dimanfaatkan untuk apapun dan harus tetap kembali ke kawasan konservasi.

“Hewan langka Appendix 1 itu seperti anoa, badak bercula satu, harimau sumatera, macan dahan, siamang, serta orangutan. Sedangkan hewan langka Appendix 2 yaitu elang, alap-alap, buaya muara, jalak bali, dan lainnya,” ujar Bambang.

Sebagai informasi, berikut beberapa syarat yang harus dilakukan untuk bisa memelihara hewan dilindungi yang dirangkum dari wawancara bersama Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati (KKH) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

1. Mengajukan surat izin ke Balai Konservasi Sumber Daya Alam dalam bentuk proposal izin menangkarkan atau memelihara hewan dilindungi.

2. Salinan Kartu Tanda Penduduk (KTP) untuk individu atau perseorangan serta akta notaris untuk badan usaha.

3. Surat Bebas Gangguan Usaha dari kecamatan setempat. Surat ini berisi keterangan bahwa aktifitas penangkaran dan pemeliharaan hewan tidak mengganggu lingkungan sekitar.

4. Bukti tertulis asal-usul indukan. Bukti ini memuat syarat tentang indukan dari hewan yang dipelihara. Indukan hewan dilindungi yang akan dipelihara harus berasal dari hewan yang telah didaftarkan sebagai hewan yang dipelihara atau ditangkarkan secara sah pula. Artinya, hewan hasil tangkapan liar dilarang untuk dipelihara karena tidak memenuhi syarat ini. Di sinilah diketahui syarat hewan yang akan dipelihara telah melewati 3 generasi penangkaran oleh manusia.

5. BAP kesiapan teknis, mencakup kandang tempat penangkaran atau pemeliharaan hewan dilindungi, kesiapan pakan dalam memelihara hewan dilindungi, perlengkapan memelihara hewan, dan lain sebagainya.

6. Surat Rekomendasi dari kepala BKSDA setempat jika hewan tersebut berasal dari daerah lain,” ujarnya.(Tri Sutrisno)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *